Minggu, 19 September 2010

Mudik!! Tradisi Agama, Yang Semakin Jauh Dari Agama.

Selesai sudah libur lebaran. Pada setiap momen lebaran ada suatu tradisi yang tidak bisa lepas dari kita, yaitu tradisi mudik. Bahkan mungkin mudik telah dinilai sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan dengan memakai alasan bahwa lebaran harus dilakukan dengan keluarga, dan menjunjung That So Called : "Silaturahmi". Jadi pada akhirnya mudik dinilai sebagai bagian dari tradisi keagamaan setiap tahunnya.
Jika ditilik bahwa mudik sebagai bagian dari tradisi keagamaan, apabila kita melihat perilaku dari orang yang melakukan mudik akan sangat kontras sekali. banyak sekali pelanggaran-pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh orang yang melakukan mudik. Para pelaku mudik juga seakan-akan menjadi hewan yang berlomba-lomba untuk secepat mungkin sampai di tujuan tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Hal ini terjadi di setiap daerah mudik. dimana banyak jalan 2 arah yang menjadi satu arah karena ketidaksabaran dari beberapa orang. Mereka merasa melanggar hukum (Peraturan Lalu Lintas ) menjadi disahkan karena mereka sedang melakukan yang dinamakan ibadah berupa tradisi keagamaan. apakah mereka tidak mengetahui bahwa mematuhi peraturan yang berlaku juga merupakan suatu ibadah.
Saya menjadi teringat pada suatu Cerita pendek dari tolstoy yaitu ziarah. Cerita dari tolstoy itu diawali oleh kepergian dari 2 orang yaitu Effim dan Ahmed untuk melakukan ziarah ke tanah suci. kedua orang itu harus menempuh jarak jauh didalam ziarah itu. ditengah perjalanan kedua orang itu berpisah karena salah satunya yaitu Effim harus mengambil air di perkampungan. saat Effi,mengambil air ia menemukan keluarga yang kelaparan dan sudah putus asa. alih2 meneruskan perjalanan Effim kemudian membantu keluarga itu untuk bangkit dari keputusasaannya. ia berpikir untuk apa ia melakukan ziarah mendekatkan diri kepada tuhan apabila ditengah jalan ia kehilangan tuhannya. akhirnya karena uang bekal untuk perjalanan itu habis untuk membantu keluarga yang kesusahan itu, Effim memutuskan setelah membantu keluarga itu ia kembali pulang. Effim pulang dengan diam2 tanpa memberitahu siapakah dia kepada keluarga tersebut.
Sementara itu Ahmed melanjutkan perjalanan ziarahnya tanpa mengetahui bahwa Effim telah berhenti untuk menolong keluarga itu. di tempat ziarah Ahmed seperti merasa ia melihat Effim di setiap tempat ia melakukan ziarah, tetapi saat ahmed menghampiri, effim seperti menguap. Selesai melakukan ziarah Effim pulang, di tempat ia terpisah dengan effim ia menghampiri keluarga di tempa itu, ia disambut dengan ramah oleh keluarga itu. Ahmed agak kaget dengan keramahan yang ditunjukkan keluarga itu. keluarga itu kemudian bercerita bahwa hanya itu yang bisa mereka lakukan kepada musafir karena mereka belajar untuk beriman kepada tuhannya karena kebaikan seorang musafir yang menyelamatkan mereka dari kelaparan. ahmed kanget mendengar cerita itu. pulanglah ahmed ke rumahnya dan kemudian menemui effim disana. effim bercerita mengenai kisah bahwa dia merasa melihat effim saat ziarah dan kisah keluarga itu. belum selesai dia bercerita effim memotong dan berkata. sudahlah saudaraku apa yang sudah terjadi biarlah terjadi. ahmed langsung mengerti bahwa ziarah yang dilakukan effim lebih baiklah dari apa yang dilakukannya.
terlepas dari konteks sempit agama tapi ada suatu benang merah yang dapat diambil dari kisah ini sebenarnya bahwa alangkah indahnya saat kita melakukan suatu hal dengan kontekstual ibadah dalam hal ini silaturahmi dilakukan dengan suatu yang agamis dan penuh dengan ramah tamah. buat apa kita bersilaturahmi dengan baik di kampung halaman kita tetapi di jalan menuju kampung halaman kita membuat sesuatu yang meresahkan dan menganggu orang lain. kontradiktif.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar