Kamis, 08 Oktober 2009

Apa yang didapat dari pendidikan?

Pendidikan seperti memahat patung, bagaimanakah dari kayu yang berbentuk alami dibentuk menjadi suatu bentuk yang penuh dengan arti (seni).Didalam pendidikan yang dibentuk ialah anak ( Input) agar dapat memiliki nilai lebih terutama didalam masalah ilmu pengetahuan. karakter pengukir patung akan selalu tercermin didalam patung yang dibuatnya, begitu juga pendidikan , sistem dan karakter dari pendidikan itu akan membentuk karakteristik dari output (lulusan) dari pendidikan itu.

Saya adalah seorang produk dari pendidikan negeri yang menempuh jalur “Standar”, sd negeri, smp negeri , sma negeri, kuliah masuk umptn di universitas negeri, jika kemudian saya bekerja menjadi pegawai negeri maka lengkaplah jalur saya berawal dari menikmati fasilitas negeri hingga mengabdi kepada negeri. Dari dulu status negeri yang disandang sekolah-sekolah saya memiliki arti bahwa saya berada di jalur yang menurut masyarakat benar, Tetapi benarkah hal itu karena sebenarnya setelah keluar dari jalur serba negeri itu saya merasa tidak memiliki apa2 kecuali ijazah. Hal ini juga banyak dirasakan oleh teman-teman yang lain. Hal ini kemudian membuat saya yang bercermin apakah yang salah dari pendidikan di negara ini. Negara ini mempunyai sejarah-sejarah pemikir dan prestasi beberapa anak di Indonesia yang luar biasa. Jadi pastilah kesalahan bukan pada input pendidikan tersebut tapi pada proses dan sistem pendidikan.

Menurut para praktisi sumber daya manusia angkatan kerja Indonesia mempunyai masalah pada kurangnya kemampuan praktek tetapi lebih mementingkan kemampuan secara teoritis . bahkan kemampuan menulis dari angkatan kerja d indonesia terbilang sangat rendah, kalo anak seumuran saya disuruh mengarang pasti kata pertama yang ditulis , Pada Suatu Hari ………..
Saya mencoba mengkilas balik apakah hal yang pernah terjadi selama saya bersekolah dan memang ada beberapa hal yang menurut saya aneh, diantaranya ialah:

Waktu saya duduk di kelas 2 SMP, guru saya mengajari mengenai diagram venn dimana untuk mengerjakan soal tersebut guru saya member rumus2 yang bejibun, tapi sebenarnya waktu itu saya punya pikiran untuk menyelesaikannya dengan logika gambar yang lebih mudah untuk dipahami. Tapi kemudian saat soal itu diujikan, saya bisa menjawab dengan benar , akan tetapi saya tidak menulis cara untuk menjawabnya ( rumus diagram venn) karenanya saya harus puas dengan nilai separuh , dimana nilai separuh diberikan kepada siswa yang bisa menjawab dengan benar tetapi tidak mencamtumkan caranya. Akan tetapi lucunya saat saya kelas 3 SMP waktu saya mengikuti bimbingan belajar untuk ebtanas ternyata logika gambar itu diajarkan dengan embel2 cara cepat mengerjakan diagram venn. Dan karena saat itu soal ebtanas memakai multiple choice maka tidak diperlukan lagi adanya cara yang panjang.

kisah yang lain ialah saat saya masih SMP juga saya pernah menanyakan kok bisa rumus luas lingkaran itu 3.14× jari2× jari yah. Dapat dari mana angka 3,14. Waktu itu ingat sekali dijawab “emang gitu rumusnya, itu kesepakatan dari ahli matematika” ( jawaban yang sangat tidak memuaskan. Padahal sebenarnya hal ini bisa dijelaskan dengan simple yaitu coba buat lingkaran dengan diameter 2 cm misalnya berarti jari jarinya 1 cm, kemudian rentangkan benang keliling lingkaran pasti benang itu panjangnya ialah 3, 14 Cm.

Ada lagi cerita menarik dari kakak waktu kakak masih duduk di SMP , waktu itu ditanyakan apakah bahan bakar dari pesawat, waktu itu kakak menjawab Avtur, tetapi disalahkan karena jawaban yang benar di “buku” ialah bensol. Padahal Avtur dan Bensol sebenarnya sama2 bahan bakar pesawat, dimana pesawat dengan baling2 memakai bensol sebagai bahan-bakarnya, pesawat jet memakai avtur sebagai bahan bakarnya..

Dari tiga kisah diatas maka sedikit banyak menggambarkan bahwa sistem pendidikan Indonesia itu sudah distandarisasi, dimana tidak boleh ada penyimpangan sedikit pun. Guru2 memakai buku pelajaran yang menurut guru itu pasti benar , apa yang tidak ada di buku salah. Sehingga mematikan kreativitas dari anak sejak kecil.

Di lain sisi Pendidikan di Indonesia telah menjadi suatu komoditas dengan perputaran uang yang sangat2 besar apalagi untuk pendidikan swasta. Hal ini diperparah dengan privatisasi perguruan tinggi negeri yang mendorong perguruan tinggi mematk biaya pendidikan setinggi-tingginya. Di tempat kuliah saya untuk masuk ke fakultas kedokterannya “juara Pertama” penyumbang terbesarnya ialah 500 JUTA!!.

Segi lain yang saya lihat dari pendidika di Indonesia ialah sekarang para siswa terutama untuk pendidikan sebelum universitas hanya dididik untuk lulus UAN, siswa benar2 sudah dibelenggu kreatifitasnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar