Minggu, 25 Oktober 2009

Generasi Kritik

Kalo dulu Pada Tahun 60an di amerika dikenal generasi bunga sebagai generasi yang mengedepankan dari kesenangan sebagai hal yang terpenting dalam kehidupannya. sekarang saya membaui ( kayak apa aja) tumbuhnya generasi baru, yaitu generasi kritik.

Generasi ini merasa menjadi hebat dengan mengkritik suatu keadaan atau kondisi. Situasi paling baik adalah milik mereka. orang lain paling banyak salah , itu jiwa mereka. aku bisa membaui ini dimana aja. mulai dari Rapat Organisasi kemahasiswaan yang berakhir debat kusir, Pemilihan Ketua OSIS yang sampe perlu diulang, Di Acara Penerimaan Pegawai yang berakhir tidak ada yang mengantri, Di acara sepakbola yang berakhir rusuh, bahkan di warung dengan obrolan khas warung pun selalu diwarnai kritik.

kalo kembali ke jaman pelajaran PMP dan Pelajaran Bahasa Indonesia jaman SD dulu dikenal dua macam kritik yaitu kritik yang membangun dan kritik yang menjatuhkan.
  1. kritik membangun diberikan atas kesalahan yang ada tetapi disertai saran bagaimana cara untuk memperbaiki, dan nilai kesalahan disini bukanlah yang utama , tetapi yang utam ialah bagaimana membuatnya lebih baik.
  2. Kritik menjatuhkan diberikan atas dasar menyalahkan saja, lebih banyak tidak disertai saran bagaimana memperbaikinya. tujuan dari kritik ini ialah dengan kritik ini yang di kritik salah yang mengkritik benar.
Tanpa kita sadari kita telah menjadi bagian dari generasi kritik ini , fakta menarik di Googling ada sejumlah 52.000.000 hasil pencarian untuk kata kritik, sementara hanya 27.000.000 untuk kata saran.. it mean sumthing right.. dalam kehidupan sehari-hari kita dengan entengnya mengangkat kritik ke orang lain. padahal kadang kita tidak lebih baik dari orang yang kita kritik.

Salah Satu COntoh : kemaren waktu aku tes CPNS, ada seorang pemuda yang ikut tes didepanku , karena waktu tes itu ada soal yang tidak jelas dia kemudian bertanya mengenai soal itu kepada pengawas tes, ternyata soal itu salah. apakah itu membuat dia puas, ternyata tidak dengan sejuta kata-katanya dia protes mengenai kerugian waktu buat dia kek, panitia tidak profesional kek, dan etc ( Bikin emosi dan pengen nendang ae) pokoknya sejuta kritik yang ditujukan kepada panitia). tetapi yang paling membuat emosi liat anak itu saat keluar kelas. jadi keluar kelas karena banyaknya orang dibagi secara gelombang. karena kita berada di tengah kita berada di gelombang ke 3 dari yang keluar kelas. waktu masih gelombang 1 yang keluar anak itu dengan mengendap2 keluar bersama teman-temannya. ckckckc jadi gini tow kelakuan anak yang memprotes panitia tidak profesional tuh..

contoh lain : aku sering denger yang namanya Radio Suara Surabaya yang memuat reportase dari lalu lintas dan layanan masyakat tersebut. coba dengar beberapa orang yang menelepon kesana hanya untuk mengkritik, entah itu polisi, atau pemkot, atau pertamanan. yang kadang kalau ditanya solusi hanya berbicara. loh itu mestinya menjadi tugas dari dinas tersebut. mati kon.

Intinya kita sekarang dihadapin pada penyakit kronis. kita suka melihat orang lain salah. bahkan aku juga pernah merasakannya juga yang kemudian menjadi tulisanku berjudul : "apa yang didapat dari pendidikan". bahkan dibeberapa blog isinya mencela dan mengkritik selalu menjadi bagian dari tulisan-tulisan. bahkan yang dikritik juga lebih lucu, banyak yang menghapus kritik yang dinilai tidak bisa dilawan.

kebebasan kritik dikaitkan dengan liberalisme. padahal hal ini bukanlah kebebasan berpendapat yang seperti diinginkan oleh para pendiri liberalisme. tapi sudah menuju kepada menghakimi dan main hakim pake mulut. memang "Lidah tuh lebih tajam daripada pedang".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar